Pada
Pasal 1 UU Pokok Agraria, hak menguasai dari negara atas tanah memberi wewenang
kepadanya untuk mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan,
persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut. Selain itu
juga menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan
bumi, air dan ruang angkasa.
Wewenang
yang bersumber pada hak menguasai dari negara digunakan untuk mencapai
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Hak
menguasai dari negara tersebut di atas pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada
daerah-daerah swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekadar
diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut
ketentuan-ketentuan peraturan pemerintah.
Kepemilikan
atas Tanah
Perseorangan
baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain dapat mempunyai hak milik
atas tanah. Tanah dalam arti sempit adalah permukaan bumi saja, yang diartikan
sebagai benda yang menjadi objek hak. Negara dapat memberikan tanah kepada
seseorang atau badan hukum dengan sesuatu hak menurut peruntukan dan
keperluannya.
Sebagaimana
disebutkan Pasal 16 UUPA, hak-hak atas tanah adalah sebagai berikut:
a.
hak milik;
b.
hak guna-usaha (HGU);
c.
hak guna-bangunan (HGB);
d.
hak pakai;
e.
hak sewa;
f.
hak membuka tanah;
g.
hak memungut-hasil hutan.
Dari
berbagai hak tersebut, hak milik merupakan hak terkuat atas kepemilikan suatu
tanah dan melekat pada seseorang Warga Negara Indonesia serta tidak memiliki
jatuh tempo (bersifat kekal). Hak milik dapat dipindahtangankan melalui mekanisme
jual-beli dan riwayat pembeli-penjual selalu tercatat pada lembar sertifikat
hak milik (SHM).
Peralihan
Tanah Hak Barat
1.
Verponding-Eigendom
Terhadap
suatu aset tanah atau bangunan, biasanya di daftar Letter C. Sedangkan
verponding adalah surat nomor tagihan pajak atas tanah/bangunan yang dimaksud.
Istilah verponding ini kemudian diganti dengan Surat Pajak Bumi dan Bangunan
yang sekarang kita kenal dengan nama SPPT PBB.
Istilah
eigendom atas tanah/bangunan hanyalah suatu istilah nama yang mana karena
kurangnya penegasan pengetahuan umum bahasa dan hukum sering dipastikan milik
Belanda/asing non-Belanda. Pemilik dari tanah bangunan berupa eigendom
diantaranya:
a)
Pemilik awal dahulu adalah orang asing yang berwarga negara RI di zaman
Belanda;
b)
Ahli waris orang tersebut yang WNI, karena ahli waris itu seorang pribumi atau
anak-anaknya. Dari pisahnya ikatan pernikahan setelah suami meninggal dunia
maka status istri/ahli waris kembali menjadi pribumi;
c)
Orang-orang WNI dan pribumi bangsa kita yang kebanyakan ekonominya lemah hingga
tidak mampu melaksanakan konversi/pendaftaran ulang seperti kesempatan dari
negara tahun 1964 dan 1974.
2.
Erfpacht dan Opstal
Tanah-tanah
yang dulunya berasal dari hak barat, selain eigendom dan verponding, adalah erfpacht
dan opstal. Hak erfpacht adalah hak untuk memetik kenikmatan seluas-luasnya
dari tanah milik orang lain, mengusahakan untuk waktu yang sangat lama.Hak
opstal adalah suatu hak kebendaan untuk memiliki bangunan dan tanaman-tanaman
di atas sebidang tanah orang lain. Seperti juga tanah eigendom, setelah
berlakunya UUPA tahun 1960, hak ini mengalami konversi.
Semua
jenis hak barat itu dinyatakan berakhir 20 tahun kemudian, tepatnya pada 24
September 1980. Itu berarti, segala macam tanah tersebut otomatis menjadi tanah
negara.
DISCLAIMER:
Rubrik Konsultasi dan Tips Hukum ditujukan untuk memberikan pengetahuan umum
tentang persoalan hukum sehari-hari dan tidak digunakan untuk kepentingan
pembuktian di peradilan. Rubrik ini dikelola oleh advokat dan penasihat
hukum.